Sunday, March 9, 2014

Stand Up Comedy : Komedi Satu Lawan Banyak (2)

Nah, kita sudah tahu sedikit tentang stand up comedy. Namun mengapa dinamai stand up comedy? Mengapa stand up? Beberapa orang mengatakan karena comic membawa set-nya dengan cara berdiri, walaupun Bill Cosby, salah satu comic asal Amerika dan bintang utama The Cosby Show, biasa membawakan keseluruhan set-nya sambil duduk di kursi atau sofa. Dan karena kebiasaannya itu, orang-orang sering memberikan genre khusus untuknya, yaitu "sit down comedy". Lalu kalau bukan karena dibawakan berdiri, lalu apa?
Seorang comic (yang aku lupa namanya) pernah berkomentar ketika ditanyai mengapa bernama stand up comedy. Dia mengatakan bahwa nama stand up comedy tidak ada hubungannya dengan comic yang berdiri. Di berpendapat bahwa seorang comic harus bisa membawakan set-nya sendiri dihadapan banyak orang, dan dia (si comic) harus bisa bertahan (stand up) dari "gempuran" orang-orang itu, baik karena heckling atau hanya sekedar rasa nervous karena di depan banyak orang. Karena itulah, "komedi satu lawan banyak" ini diberi nama stand up comedy.

Lalu, kenapa Indonesia perlu komedi macam ini? Ini beberapa alasannya:


1. Indonesia perlu hiburan jenis baru
Sama seperti musik, komedi juga merupakan seni yang, kalau dipaparkan yang sama terus-menerus, akan menimbulkan kejenuhan buat penikmatnya. Nah Indonesia, yang jenis komedi terkenalnya masih berupa komedi kekerasan (slapstick), butuh suatu jenis komedi yang baru. Nah, disini stand up comedy datang sebagai "angin segar" bagi penikmat komedi Indonesia.

2. Belajar lebih "santai"
Aku kadang-kadang bingung dengan orang Indonesia. Hanya karena omongan negatif seseorang, orang bisa saling bunuh, bikin onar, dan yang lain. Itu kayaknya karena kita belum bisa "santai" dalam menerima komentar negatif tentang diri kita. Di stand up comedy, kita, baik comic maupun penikmatnya, "dipaksa" untuk menurunkan sedikit ego kita. Kenapa? Biar kita gak terlalu sensi. Bahkan dulu di Amerika, banyak comic kulit hitam yang bit nya berisi tentang kaum mereka, kaum kulit hitam yang dahulu sempat tertindas, atau bahkan tentang kaum kulit putih. Dan bukannya marah, penikmatnya justru merasa terhibur, dan terkadang jadi pembelajaran buat penikmatnya tentang seberapa kerasnya jadi orang kulit hitam. Dan jaman sekarang, membuat bit tentang presiden mereka di Amerika udah jadi hal yang lumrah. Tapi apa presidennya marah? Gak tuh. Orang-orang di sana sudah paham kalau itu cuma komedi, dan kalau mereka dihukum, justru Si presidennya bakal diserang habis-habisan karena melanggar kebebasan berpendapat. Di Indonesia sendiri juga ada kok. Coba lihat Ernest Prakasa dengan bit Cina nya, Boris Bokir dengan Batak-nya, atau Pandji dengan bit tentang Mario Teguh. Tapi apa kaum etnis Tionghoa, Batak, dan Mario Teguh marah? Gak kan? Bahkan Mario Teguh memuji Pandji karena, untuk membuat lelucon semacam itu, perlu pemikiran dan pengamatan yang dalam.

3. Alternatif menyuarakan pikiran
Kita bisa buat bahan komedi seberat apapun, bisa terdengar ringan di stand up comedy. Karena itulah banyak comic yang menjadikan stand up comedy sebagai sarana penyampaian pemikirannya. Contohnya di Indonesia adalah Pandji. Disadari atau gak Pandji selalu menyisipkan sedikit ilmu atau pemikirannya ke dalam bitnya. karena itu ketika kita habis menonton stand up comedy nya Pandji, kita bukan hanya endapatkan kepuasan batin, tapi juga ilmu dan pemikiran-pemikiran baru. Untuk comic dari luar negeri ada Dave Chappelle. Sama kayak Pandji, dia juga sering menyuarakan pemikirannya lewat stand up comedy. Coba aja tonton di youtube. Kalian akan banyak menemukan pemikiran-pemikiran seriusnya dia, tapi dengan aneh dapat dibawakan secara ringan. Lihat dia bagaimana menjelaskan perbedaan psikologi pria dan wanita, ketika dia bingung kenapa artikel "100 Cara Menyenangkan Pria" ditulis oleh seorang wanita. Atau coba lihat gambar di bawah ini, mengenai cara wanita berpakaian.


Karena itu aku suka Pandji dan Dave Chappelle ini. Mereka mungkin kalah pamor sama Raditya Dika (buat Pandji) atau Chris Rock (buat Dave), tapi bit-bit mereka menandakan bahwa mereka bener-bener berpikir dan menganalisa, dan walaupun bahannya berat, mereka tetap bisa bawain dengan ringan. Dan karena itulah aku agak prihatin juga orang Indonesia. Kenapa? Karena ketika mereka nonton video stand up comedy, kebanyakan mereka cuma berkomentar "bagus ya, lucu". Ini bisa menandakan bahwa mereka hanya melihat bahwa comic ini lucu, tapi tidak menangkap isi dan maksud dari comic tersebut.

Sunday, February 9, 2014

Stand Up Comedy : Komedi Satu Lawan Banyak (1)

*Muncul dari kegelapan*

Wah rasanya sudah lama sekali gak ngepost di blog. Kira-kira sudah setahun dari post terakhir...

Okeh kalo begitu mari dimulai...

...

Jadi beberapa hari yang lalu di studio, dengan didasari rasa mager dan internet yang (katanya) super cepat nya ITB (bukan promosi), akhirnya coba buka2 lagi video2 di youtube yang dulu sering ditonton. Dan salah satunya adalah videonya om @pandji yang lagi standup di Comedy Cafe.

Video bisa dilihat di sini

Waktu itu bang Pandji lagi ngebahas ttg ganja. Dia bahkan terang-terangan menjadi pendukung legalisasi ganja. Pandji sendiri mempertanyakan mengapa ganja, yang "hanya" bikin kerusakan mental (lemot lah istilahnya), bisa menjadi illegal, sedangkan rokok yang jelas2 banyak bahayanya (kalo mau tahu apa aja, silahkan liat belakang bungkus rokok. Tapi yang bungkus lama ya. sekarang cuma ditulis "MEROKOK MEMBUNUHMU", tapi setidaknya gitu udah cukup) bisa legal dan bebas diperjualbelikan dimana-mana.

(Sebenernya bukan mau bahas set nya pandji sih, tapi standup comedy nya)

Oke, jadi...

...

Stand up comedy sendiri sebenarnya bukan hal baru di dunia komedi. Di Amerika sendiri komedi jenis ini sudah sangat umum di masyarakatnya, bahkan artis terkenal seperti Chris Rock (Rush Hour, Madagascar), dan Jim Carrey (Bruce Almighty, Ace Ventura) mengawali karirnya dari sini.

Sayangnya di Indonesia, "komedi satu lawan banyak" ini bisa dibilang masih baru di jagat perkomedian Indonesia. Ditengah badai komedi "kekerasan" di stasiun2 TV, stand up comedy muncul dengan menawarkan jenis komedi yang baru, bebas kekerasan, dan cenderung "cerdas".

Sebenernya, jenis komedi seperti ini sudah ada di Indonesia sejak dulu, tapi sayangnya belum memenuhi syarat untuk disebut stand up comedy. Salah satunya adalah Warkop, yang ternyata dahulu pernah membawakan cerita humor di radio. Atau seperti alm. Taufik Savalas, yang dulu pernah membawakan jokes dan tebak2an humor sendiri di panggung. Kedua contoh diatas tidak bisa dimasukkan ke dalam standup comedy karena masing2 punya persyaratan yang tidak dipenuhi. Warkop misalnya, masih membawakannya dalam bentuk kelompok, sedangkan alm. Taufik Savalas masih membawakan jokes2 cerita dan tebak2an seperti "Suatu hari orang amerika, jepang, sama indonesia lagi lomba" atau "Batman kalo ke kondangan pake apa? Baaat tiiik".

Sekian dulu post nya, saatnya instirahat. Selamat malam...

*Kembali ke kegelapan*